Kenapa Tidak Biarkan Saja L*BT dan Pendukungnya Menang? (Bagian 1)

Sumber foto: LGBT Semakin Merusak Generasi bangsa !!! Haruskah Kita Pasrah ??? (youtube.com)

Sampai tahun 2022 sudah 32 negara di dunia melegalkan L*BT dan Pernikahan Sejenis, demikian berita yang dapat dibaca dalam portal Era.id.

Lebih lanjut, Era.id memaparkan data dari The Human Right Campaign (HRC), negara yang telah melegalkan secara hukum pernikahan sesama jenis, yaitu:


Pelegalan itu ada yang berupa undang-undang sebanyak 22 negara dan putusan pengadilan sebanyak 10 negara.

Untuk Indonesia kita masih bisa bersyukur karena dalam berita yang sama disebutkan: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menjelaskan jika kasus L*BT di Indonesia adalah hal yang tabu khususnya bagi kelompok yang pemikirannya didasari agama.

Masyarakat Indonesia sebagian besar menghujat perilaku dan orientasi seksual pada kelompok L*BT. Terkait dengan kasus L*BT, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengeluarkan fatwa yang menolak praktik hubungan badan dan perkawinan sesama jenis.

Pada paragraf selanjutnya, disebutkan: Di Indonesia gerakan untuk mendapat pengakuan hak juga diperjuangkan oleh kaum L*BT antara lain melalui berbagai organisasi mereka. Satu studi yang dilakukan ada tahun 2013 didukung oleh USAID dan UNDP mengungkapkan bagaimana subyek L*BT hidup di Indonesia dengan berbagai keterbatasan sosial.

Menanggapi isu L*BT di Indonesia, MUI telah mengeluarkan fatwa tentang L*BT ini pada tanggal 31 Desember 2014. MUI pada tahun 2015 sepakat dan memberikan fatwa tentang homoseksualitas, sodomi, dan pencabulan, yang mencantumkan beberapa ketentuan berikut:
  • hubungan seksual hanya dibolehkan untuk suami istri, yakni pasangan laki-laki dan wanita berdasarkan pernikahan yang sah secara syar’i.
  • orientasi seksual terhadap sesama jenis atau homoseksual adalah bukan fitrah tetapi kelainan yang harus disembuhkan.
  • pelampiasan hasrat seksual kepada sesama jenis hukumnya haram. Tindakan tersebut merupakan kejahatan atau jarimah dan pelakunya dikenakan hukuman, baik had maupun ta'zir oleh pihak yang berwenang.
  • melakukan sodomi hukumnya haram dan merupakan perbuatan maksiat yang mendatangkan dosa besar dan pelakunya dikenakan had untuk zina.
  • pelampiasan hasrat seksual dengan sesama jenis selain dengan cara sodomi hukumnya haram dan pelakunya dikenakan hukuman ta'zir.

Pada situs online lain membuat berita dengan judul "Negara Mana Saja yang Pemenuhan Hak-hak L*BT Membaik dan Memburuk dalam Setahun Terakhir?" (BBC.com).

Sumber: BBC.com

Dalam beritanya, BBC.com menyebutkan kegiatan Hari Internasional Melawan Homofobia, Bifobia dan Transfobia (IDAHOBIT) telah diperingati setiap tanggal 17 Mei sejak tahun 2004. Tanggal tersebut dipilih untuk memperingati keputusan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang mendeklasifikasi homoseksualitas sebagai gangguan jiwa pada 17 Mei 1990.

Padahal sebelumnya, homoseksualitas dimasukkan ke dalam Klasifikasi Penyakit Internasional WHO pada tahun 1948. Jadi, butuh 42 tahun akhirnya komunitas L*BT berhasil mempengaruhi WHO sebagai organisasi kesehatan dunia mengakui bahwa homoseksualitas bukan penyakit kejiwaan. Dan 10 tahun kemudian berhasil menetapkan IDAHOBIT.

Dari 195 negara yang tercatat di peta dunia, ada 60 negara yang melarang keras kebaradaan komunitas L*BT ini dengan menetapkan hukuman berat bagi pelaku L*BT. Berarti, masih ada 103 negara lagi yang tidak (belum?) menetapkan hukuman keras tetapi belum melegalkannya.

Angka 103 terlihat masih banyak dibandingkan angka 195, namun dengan perjalanan waktu, perlahan-lahan bisa saja angka ini berkurang hingga setengahnya menjadi 50. Dan tidak mungkin tidak seluruh negara di dunia membiarkan atau melegalkan L*BT.

Seperti negara kita Indonesia, saat ini memang belum ada wacana pelegalan L*BT namun dari pemberitaan media masa dan media sosial dapat kita lihat arah pelegalan hanya menunggu waktu saja. Perlahan-lahan namun pasti, permisiv terhadap perilaku menyimpang itu mulai muncul seiring dengan hadirnya pembela-pembela komunitas ini dengan berlindung di belakang HAM.

Kenapa kita harus kuatir dengan perkembangan komunitas ini di tingkat dunia? Apakah kita tidak mendukung HAM? Ini akan menjadi perdebatan panjang yang melelahkan dan tidak akan pernah menemui titik temunya.

Bukan karena lelah, tetapi kenapa tidak kita biarkan saja perjuangan komunitas L*BT ini berhasil daripada menghabiskan tenaga, pikiran dan waktu dengan perdebatan yang tak akan pernah habisnya?

Sudah saatnya kita pikirkan membiarkan saja perkembangan L*BT ini tumbuh sesuai dengan tuntutan zaman, tapi dengan satu catatan: Tetap kobarkan semangat menentang sekaligus melindungi anak keturunan kita dari bahaya pengaruh L*BT.

Kenapa dibiarkan? Apakah bisa? Bagaimana caranya?


Posting Komentar

0 Komentar

Postingan Terbaru

Berlangganan Melalui E-mail

Masukkan alamat email Anda untuk berlangganan artikel terbaru saya:

Jumlah Pengunjung